Peristiwa Karbala dalam Pandangan Ahlussunnah Wal Jamaah
URGENSI SANAD
Syaikhul Islam رحمه الله mengatakan dalam kitab Aqidah al-Wasithiyyah : “Ahlussunnah menahan lidah dari permasalahan atau pertikaian yang terjadi diantara para Sahabat g. Dan mereka juga mengatakan: “Sesungguhnya riwayat-riwayat yang dibawakan dan sampai kepada kita tentang keburukan-keburukan para Sahabatg (pertikaian atau peperangan) ada yang dusta dan ada juga yang ditambah, dikurangi dan dirubah dari aslinya. Ada juga yang shahih, namun para Sahabat memiliki udzur dalam hal ini, baik karena mereka itu para mujtahid yang melakukan ijtihad dengan benar ataupun juga para mujtahid yang ijtihadnya keliru.” 1
Ketiga riwayat ini bertebaran dalam kitabkitab tarikh (sejarah). Dan ini mencakup semua kejadian dalam sejarah Islam, termasuk kisah pembunuhan Husain bin Ali رضي الله عنهما di Karbala. Sebagian besar riwayat tentang peristiwa menyedihkan ini adalah kebohongan belaka. Sebagian lagi dhaif iasda juga yang shahih. Riwayat yang dinyatakan shahih oleh para ulama ahli hadits yang bersesuaian dengan kaidah ilmiah dalam ilmu hadits, inilah yang wajib dijadikan pedoman dalam mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Dari sini, kita dapat memahami betapa sanad itu sangat penting untuk membungkam para pendusta dan membongkar niat busuk mereka.
Sufyan ats-Tsauri رحمه الله mengatakan, “Sanad itu senjata kaum muslimin, jika dia tidak memiliki senjata lalu apa yang dia pergunakan dalam berperang” Perkataan ini diriwayatkan oleh al-Hâkim dalam kitab al-Madkhal.
‘Abdullah bin Mubârak رحمه الله mengatakan, “Sanad ini termasuk bagian dari agama. Kalau tidak ada isnad, maka siapapun ias berbicara semaunya.” Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab Shahih beliau t.
Di kitab yang sama, Imam Muslim رحمه الله juga membawakan perkataan Ibnu Sîrin, “Dahulu, mereka tidak pernah bertanya tentang sanad. Ketika fitnah mulai banyak, mereka mengatakan, “Sebutkanlah nama orangorangmu yang meriwayatkannya” !
KRONOLOGI TERBUNUHNYA HUSAIN رضي الله عنهما
Berkait dengan peristiwa Karbala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله mengatakan, “Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian Husain رضي الله عنه telah memberikan tambahan dusta yang sangat banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada peristiwa pembunuhan terhadap ‘Utsman رضي الله عنه , sebagaimana mereka juga memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa yang ingin mereka besar-besarkan, seperti dalam riwayat mengenai peperangan, kemenangan dan lain sebagainya. Para penulis tentang berita pembunuhan Husain رضي الله عنه , diantara mereka adalah ahli ilmu (ulama) seperti al-Baghawi رحمه الله dan Ibnu Abi Dun-ya dan lain sebagainya. Namun demikian, diantara riwayat yang mereka bawakan ada yang terputus sanadnya. Sedangkan yang membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad, kedustaannya sangat banyak”2
Oleh karenanya, dalam pembahasan tentang peristiwa ini perlu diperhatikan sanadnya.
RIWAYAT SHAHIH TENTANG PERISTIWA KARBALA
Riwayat yang paling shahih ini dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, no. 3748 :
أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِيْ طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِيْ حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوْبًا بِالوَسْمَةِ
Dia mengatakan : Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin Ziyâd3 . Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas رضي الله عنه mengatakan, “Diantara Ahlul bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah ﷺ .” Saat itu, Husain رضي الله عنه disemir rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam).
Kisahnya, Husain bin Ali رضي الله عنهما tinggal di Mekah bersama beberapa Shahabat, seperti Ibnu ‘Abbâs dan Ibnu Zubair c. Ketika Muawiyah رضي الله عنه meninggal dunia pada tahun 60 H, anak beliau Yazîd bin Muâwiyah menggantikannya sebagai imam kaum muslimin atau khalifah. Saat itu, penduduk Irak yang didominasi oleh pengikut ‘Ali رضي الله عنه menulis surat kepada Husain رضي الله عنهما meminta beliau رضي الله عنهما pindah ke Irak. Mereka berjanji akan membai’at Husain رضي الله عنهما sebagai khalifah karena mereka tidak menginginkan Yazîd bin Muâwiyah menduduki jabatan Khalifah. Tidak cukup dengan surat, mereka terkadang mendatangi Husain رضي الله عنهما di Mekah mengajak beliau رضي الله عنه berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs رضي الله عنهما kerap kali menasehati Husain رضي الله عنهما agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah Husain رضي الله عنهما , Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه , dibunuh di Kufah dan Ibnu Abbas رضي الله عنه khawatir mereka membunuh Husain juga disana. Husain رضي الله عنهما mengatakan, “Saya sudah melakukan istikharah dan akan berangkat ke sana”.
Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau رضي الله عنه mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya Muslim bin ‘Aqil yang telah dibunuh di sana. Akhirnya, berangkatlah Husain رضي الله عنهما bersama keluarga menuju Kufah.
Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah bin Ziyâd diutus oleh Yazid bin Mu’awiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, ‘Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain رضي الله عنهما bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain رضي الله عنه . Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu di Karbala, sementara orang-orang Irak yang membujuk Husainc, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain رضي الله عنهما dan keluarganya berhadapan dengan pasukan Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain رضي الله عنهما sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa kehadapan ‘Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan di bejana.
Lalu ‘Ubaidullah yang durhaka4 ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslamig. Anas رضي الله عنه mengatakan, “Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut Rasulullah ﷺ mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, “Seandainya saya tidak melihatmu tua renta yang akalnya sudah sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal.”
Dalam riwayat at-Tirmidzi dan Ibnu Hibbân dari Hafshah binti Sirîn dari Anas رضي الله عنه dinyatakan :
فَجَعَلَ يَقُوْلُ بِقَضِيْبٍ لَهُ فِيْ أَنْفِهِ
Lalu ‘Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain z.
Dalam riwayat ath-Thabrâni رحمه الله dari hadits Zaid bin Arqam رضي الله عنه :
فَجَعَلَ قَضِيْبًا فِيْ يَدِهِ فِيْ عَيْنِهِ وَأَنْفِهِ فَقُلْتُ ارْفَعْ قَضِيْبَكَ فَقَدْ رَأَيْتُ فَمَّ رَسُوْلِ اللَّهِ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ مَوْضُعِهِ
Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung Husain z. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan, “Angkat pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat itu”.
Demikian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mâlik رضي الله عنه :
فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَلْثِمُ حَيْثُ تَضَعُ قَضِيْبَكَ، قَالَ : فَانْقَبَضَ
Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah ﷺ mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu.” Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.
Demikianlah kejadiannya, setelah Husain رضي الله عنهما terbunuh, kepala beliau رضي الله عنه dipenggal dan ditaruh di bejana. Dan mata, hidung dan gigi beliau رضي الله عنه ditusuk-tusuk dengan pedang. Para Sahabat رضي الله عنه yang menyaksikan hal ini meminta kepada ‘Ubaidullah orang durhaka ini, agar menyingkirkan pedang itu, karena mulut Rasulullah pernah menempel tempat itu. Alangkah tinggi rasa hormat mereka kepada Rasulullah ﷺ dan alangkah sedih hati mereka menyaksikan cucu Rasulullah ﷺ , orang kesayangan beliau ﷺ dihinakan di depan mata mereka.
Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan bahwa kepala Husain رضي الله عنهما diarak sampai diletakkan di depan Yazid رحمه الله . Para wanita dari keluarga Husain رضي الله عنهما dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid رحمه الله saat itu sedang berada di Syam, sementara kejadian memilukan ini berlangsung di Irak.
Syaikhul Islam Taimiyyah رحمه الله mengatakan, “Dalam riwayat dengan sanad yang majhul dinyatakan bahwa peristiwa penusukan ini terjadi di hadapan Yazid, kepala Husain رضي الله عنهما dibawa kehadapannya dan dialah yang menusuk-nusuknya gigi Husain رضي الله عنهما . Disamping dalam cerita (dusta) ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa cerita ini bohong, maka (untuk diketahui juga-red) para Sahabat yang menyaksikan peristiwa penusukan ini tidak berada di Syam, akan tetapi di negeri Irak. Justru sebaliknya, riwayat yang dibawakan oleh beberapa orang menyebutkan bahwa Yazid tidak memerintahkan ‘Ubaidullah untuk membunuh Husain.”5 .
Yazid رحمه الله sangat menyesalkan terjadinya peristiwa menyedihkan itu. Karena Mu’awiyah berpesan agar berbuat baik kepada kerabat Rasulullah ﷺ . Maka, saat mendengar kabar bahwa Husain dibunuh, mereka sekeluarga menangis dan melaknat ‘Ubaidullah.. Hanya saja dia tidak menghukum dan mengqisas ‘Ubaidullah, sebagai wujud pembelaan terhadap Husain secara tegas.6
Jadi memang benar, Husain رضي الله عنهما dibunuh dan kepalanya dipotong, tapi cerita tentang kepalanya diarak, wanita-wanita dinaikkan kendaraan tanpa pelana dan dirampas, semuanya dhaif (lemah). Alangkah banyak riwayat dhaif serta dusta seputar kejadian menyedihkan ini sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di atas.
Kemudian juga, kisah pertumpahan darah yang terjadi di Karbala ditulis dan diberi tambahan-tambahan dusta. Tambahantambahan dusta ini bertujuan untuk menimbulkan dan memunculkan fitnah perpecahan di tengah kaum muslimin. Sebagian dari kisah-kisah dusta itu bisa kita dapatkan penjelasannya dalam kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله dalam Minhâjus Sunnah IV/517 dan 554, 556 :
– Ketika hari pembunuhan terhadap Husain, langit menurunkan hujan darah lalu menempel di pakaian dan tidak pernah hilang dan langit nampak berwarna merah yang tidak pernah terlihat sebelum itu.
– Tidak diangkat sebuah batu melainkan di bawahnya terdapat darah penyembelihan Husain رضي الله عنه
– Kemudian mereka juga menisbatkan kepada Rasulullah ﷺ sebuah perkataan yang berbunyi:
هَؤُلَاء زَدِيْعَتِيْ عِنْدَكُمْ
Mereka ini adalah titipanku pada kalian,
kemudian Allah سبحانه وتعالى menurunkan ayat :
قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا اِلَّا الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبٰىۗ
Katakanlah: ”Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan” (Qs asy Syûrâ/42:23).
Riwayat ini dibantah oleh para ulama diantaranya Ibnu Taimiyyah رحمه الله dengan mengatakan, “Apakah masuk akal, Rasulullah ﷺ menitipkan kepada makhluk padahal Allah سبحانه وتعالى tempat penitipan yang terbaik. Sedangkan ayat di atas yang mereka anggap diturunkan Allah سبحانه وتعالى berkenaan dengan peristiwa pembunuhan Husain رضي الله عنهما , maka ini juga merupakan satu bentuk kebohongan. Karena ayat ini terdapat dalam surat as-Syûrâ dan surat ini Makkiyah. Allah سبحانه وتعالى menurunkan surat ini sebelum Ali رضي الله عنه dan Fathimah رضي الله عنها menikah .
HUSAIN رضي الله عنهما TERBUNUH SEBAGAI ORANG YANG TERZHALIMI DAN MATI SYAHID
Ini merupakan keyakinan Ahlussunnah. Pendapat ini berada diantara dua pendapat yang saling berlawanan. Syaikhul Islam رحمه الله mengatakan, “Tidak disangsikan lagi bahwa Husain رضي الله عنهما terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap Husain رضي الله عنهما merupakan tindakan maksiat kepada Allah سبحانه وتعالى dan rasul-Nya ﷺ dari para pelaku pembunuhan dan orang-orang yang membantu pembunuhan ini. Di sisi lain, merupakan musibah yang menimpa kaum muslimin, keluarga Rasulullah ﷺ dan yang lainnya. Husain رضي الله عنهما berhak mendapatkan gelar syahid, kedudukan dan derajat yang tinggi.”7 .
Kemudian, di halaman yang sama, Ibnu Taimiyyah رحمه الله mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain رضي الله عنهما tidak lebih besar daripada pembunuhan terhadap para rasul. Allah سبحانه وتعالى telah memberitahukan bahwa bani Israil telah membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Pembunuhan terhadap para nabi itu lebih besar dosanya dan merupakan musibah yang lebih dahsyat. Begitu pula pembunuhan terhadap ‘Ali رضي الله عنه (bapak Husain رضي الله عنهما ) dan ‘Utsman رضي الله عنه, lebih besar dosa dan musibahnya.
Ini merupakan bantahan telak bagi kaum Syi’ah yang meratapi kematian Husain رضي الله عنهما , namun, tidak meratapi kematian para nabi . Padahal pembunuhan yang dilakukan oleh Bani Israil terhadap para nabi tanpa alasan yang benar lebih besar dosa dan musibahnya. Ini juga menunjukkan bahwa mereka bersikap ghuluw (melampau batas) kepada Husain رضي الله عنهما .
Sikap ghuluw ini mendorong mereka membuat berbagai hadits palsu. Misalnya, riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah ﷺ menyatakan, pembunuh Husain رضي الله عنه akan berada di tabut (peti yang terbuat dari api), dia mendapatkan siksa setengah siksa penghuni neraka, kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai dari api neraka, ditelungkupkan sampai masuk ke dasar neraka dan dalam keadaan berbau busuk, penduduk neraka berlindung dari bau busuk yang keluar dari orang tersebut dan dia kekal di dalamnya.
Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah رحمه الله mengomentari riwayat ini dengan mengatakan, “Hadits ini termasuk di antara riwayat yang berasal dari para pendusta”.
MENYIKAPI PERISTIWA KARBALA
Menyikapi peristiwa wafatnya Husain رضي الله عنهما , umat manusia terbagi menjadi tiga golongan.
Syaikhul Islam رحمه الله mengatakan, “Dalam menyikapi peristiwa pembunuhan Husain رضي الله عنهما , manusia terbagi menjadi tiga : dua golongan yang ekstrim dan satu berada di tengah-tengah.
Golongan pertama mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain رضي الله عنهما itu merupakan tindakan benar. Karena Husain رضي الله عنهما ingin memecah belah kaum muslimin. Rasulullah ﷺ bersabda :
مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيْدُ أَنْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوْهُ
Jika ada orang yang mendatangi kalian dalam keadaan urusan kalian berada dalam satu pemimpin lalu pendatang hendak memecah-belah jama’ah kalian, maka bunuhlah dia.8
Kelompok pertama ini mengatakan bahwa Husain رضي الله عنهما datang saat urusan kaum muslimin berada di bawah satu pemimpin (yaitu Yazid bin Mu’awiyah) dan Husain رضي الله عنهما hendak memecah-belah umat.
Sebagian lagi mengatakan bahwa Husain رضي الله عنهما merupakan orang pertama yang memberontak kepada penguasa.. Kelompok ini melampaui batas, sampai berani menghinakan Husain رضي الله عنهما . Inilah kelompok ‘Ubaidullah bin Ziyâd, Hajjâj bin Yusûf dan lain-lain. Sedangkan Yazid bin Muâwiyah رحمه الله tidak seperti itu. Meskipun tidak menghukum ‘Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan ini.
Golongan kedua; Golongan kedua mereka mengatakan Husain رضي الله عنه adalah imam yang wajib ditaati; tidak boleh menjalankan suatu perintah kecuali dengan perintahnya; tidak boleh melakukan shalat jama’ah kecuali di belakangnya atau orang yang ditunjuknya, baik shalat lima waktu ataupun shalat Jum’at dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan idzinnya dan lain sebagainya.9
Kelompok pertama dan kedua ini berkumpul di Irak. Hajjâj bin Yûsuf adalah pemimpin golongan pertama. Ia sangat benci kepada Husain رضي الله عنهما dan merupakan sosok yang zhalim. Sementara kelompok kedua dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi ‘Ubaid yang mengaku mendapat wahyu dan sangat fanatik dengan Husainc . Orang inilah yang memerintahkan pasukannya agar menyerang dan membunuh ‘Ubaidullah bin Ziyad dan memenggal kepalanya.
Golongan ketiga, Golongan ketiga yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah yang tidak sejalan dengan pendapat golongan pertama, juga tidak dengan pendapat golongan kedua. Mereka mengatakan bahwa Husain رضي الله عنهما terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok.
Ahlussunnah mengatakan Husain رضي الله عنهما bukanlah pemberontak. Sebab, kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak. Seandainya mau memberontak, beliau رضي الله عنهما bisa mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya yang sangat menghormati dan menghargai beliau رضي الله عنهما . Karena, saat beliau رضي الله عنهما di Mekah, kewibawaannya mengalahkan wibawa para Sahabat lain yang masih hidup pada masa itu di Mekkah. Beliau رضي الله عنهما seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat sangat mencintai dan menghormatinya. Karena beliaulah Ahli Bait yang paling besar.
Jadi Husain رضي الله عنهما sama sekali bukan pemberontak. Oleh karena itu, ketika dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar sepupunya Muslim bin ‘Aqîl dibunuh di Irak, beliau رضي الله عنهما berniat untuk kembali ke Mekkah. Akan tetapi, beliau رضي الله عنهما ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah bin Ziyâd. Akhirnya, beliau رضي الله عنهما tewas terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid.
SETAN MENYEBARKAN BID’AH
Syaikhul Islam mengatakan10 , “Dengan sebab kematian Husain c, setan memunculkan dua bid’ah di tengah manusia. Pertama, bid’ah Pertama kesedihan dan ratapan pada hari Asyûra (di negeri kita ini, acara bid’ah ini sudah mulai diadakanpen) seperti menampar-nampar, berteriak, merobek-robek, sampai-sampai mencaci maki dan melaknat generasi Salaf, memasukkan orangorang yang tidak berdosa ke dalam golongan orang yang berdosa. (Para Sahabat seperti Abu Bakar dan ‘Umar dimasukkan, padahal mereka tidak tahu apa-apa dan tidak memiliki andil dosa sedikit pun. Pihak yang berdosa adalah yang terlibat langsung kala itu). Mereka sampai berani mencaci Sâbiqûnal awwalûn. Kemudian riwayatriwayat tentang Husain رضي الله عنهما dibacakan yang kebanyakan merupakan kebohongan. Karena tujuan mereka adalah membuka pintu fitnah (perpecahan) di tengah umat.
Kemudian Syaikhul Islam رحمه الله juga mengatakan , “Di Kufah, saat itu terdapat kaum yang senantiasa membela Husain رضي الله عنهما yang dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi ‘Ubaid al-Kadzdzâb (karena dia mengaku mendapatkan wahyu-pen). Di Kufah juga terdapat satu kaum yang membenci ‘Ali dan keturunan beliau رضي الله عنه . Di antara kelompok ini adalah Hajjâj bin Yûsuf ats-Tsaqafi. Dalam sebuah hadits shahîh dijelaskan, Rasulullah ﷺ bersabda :
سَيَكُونُ فِيْ ثَقِيْفٍ كَذَّابٌ وَمُبِيْرٌ
Akan ada di suku Tsaqif seorang pendusta dan perusak.
Orang Syi’ah yang bernama Mukhtâr bin Abi ‘Ubaid itulah sang pendusta . Sedangkan sang perusak adalah al-Hajjaj. Yang pertama membuat bid’ah kesedihan, sementara yang kedua membuat bid’ah kesenangan. Kelompok kedua ini pun meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa barangsiapa melebihkan nafkah keluarganya pada hari ‘Asyûra, maka Allah سبحانه وتعالى melonggarkan rezekinya selama setahun itu.”
Juga hadits, “barangsiapa memakai celak pada hari ‘Asyûra, maka tidak akan mengalami sakit mata pada tahun itu dan lain sebagainya. Jadi bid’ah yang kedua adalah bid’ah kesenangan pada hari ‘Asyura. Karena itu, para khatib yang sering membawakan riwayat ini – karena ketidaktahuannya tentang ilmu riwayat atau sejarah – , sebenarnya secara tidak langsung, masuk ke dalam kelompok alHajjâj, kelompok yang sangat membenci Husain رضي الله عنهما . Padahal wajib bagi kita meyakini bahwa Husain رضي الله عنهما terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Dan wajib bagi kita mencintai Sahabat yang mulia ini dengan tanpa melampaui batas dan tanpa mengurangi haknya, tidak mengatakan Husain رضي الله عنهما seorang imam yang ma’sum (terbebas dari semua kesalahan), tidak pula mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain رضي الله عنهما itu adalah tindakan yang benar. Pembunuhan terhadap Husain رضي الله عنهما adalah tindakan maksiat kepada Allah dan RasulNya.
Itulah sekilas mengenai beberapa permasalahan yang berhubungan dengan peristiwa pembunuhan Husain رضي الله عنهما .Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan. Kita memohon kepada Allah سبحانه وتعالى agar menghindarkan kita semua dari berbagai fitnah yang disebarkan oleh setan dan para tentaranya.
Footnote :
- Syarhu al’Aqidah al-Wâsithiyyah Syaikh Sholeh al-Fauzan hal.198,
- Minhâjus Sunnah (IV/556).
- Gubernur Kufah yang memerintahkan untuk memerangi Husain, pada tahun 60-61 H di Irak di sebuah daerah yang bernama Karbala.
- Ia disebut orang durhaka, karena dia tidak diperintah untuk membunuh Husain c , namun melakukannya.
- Minhâjus Sunnah (IV/557).
- Lihat Minhâjus Sunnah (V/557-558)
- Minhâjus Sunnah (IV/550)
- Muslim, kitabul Imârah
- Minhâjus Sunnah (IV/553)
- IV/554
Majalah As-Sunnah Edisi 10/Thn XII/Muharram 1430H/Januari 2009M
Artikel asli: https://majalahassunnah.net/artikel/peristiwa-karbala-dalam-pandangan-ahlussunnah-wal-jamaah/